Pecandu Rindu



Malam semakin larut. Hujan dan angin berlomba mengeluarkan suara khasnya. Seakan tak mau kalah, guntur  pun turut berpadu menjadi satu dalam dinginnya suasana malam, ditambah kelap-kelip lampu bohlam hitungan detik bagai tanda listrik akan padam. Mata tak bersahabat, susah sekali untuk memejamkannya. Bukan karena takut tetapi lebih kepada ah, lagi-lagi rindu penyebabnya. Sudah menjadi rutinitas kala suasana sedang romantis-romantisnya. Menjadi pecandu rindu yang berharap dia tahu tanpa mengatakannya (haha bukankah ini mustahil). Tenang, masih ada jalan lain untuk berdamai dengan rindu. Beribu kilometer pun jaraknya bahkan hingga ke belahan bumi mana pun. Sampaikan saja rindumu kepada Sang Maha Pembolak-balik hati manusia, mungkin cara itu akan jauh lebih menenangkan. Selamat berdamai dengan rindu wahai orang-orang pecandu rindu sepertiku. Semoga kelak rinduku, rindumu dan rindu kita akan bertepi.

Komentar

  1. It so great I think... Nicely theme of poem ��. Over all its make me so sad....

    BalasHapus
  2. thank u so much, remains my loyal reader okay hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dibalik Meni, Neni, Ra

KUMON: Normalisasi Pengenalan Huruf Pada Anak Prasekolah Demi Generasi Tangguh Literasi